TUGAS ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN
Disusun Oleh :
Meri Rosita
NPM:
13.13101.10.26
Dosen Pengajar :
Prof. Supli Effendi Rahim, PhD, MSc
email : merirosita1978@gmail.com
email : merirosita1978@gmail.com
PROGRAM PASCA
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji
dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan Hidayah
serta Ridho-Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ilmu Etika dan Nilai
Lingkungan, shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW sebagai penuntun teladan umat seluruh alam.
Dengan terselesainya tugas ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada Dosen
Mata Kuliah Etika dan Nilai Lingkungan, yaitu Bapak Prof. Supli Effendi Rahim,
PhD, MSc yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan kesabaran
dalam membimbing penulis. Oleh karena itu,penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan. Semoga tugas
ini dapat berguna untuk semua pihak. Atas
perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.
Wb.
Palembang,
April 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia
hidup dibumi tidak sendirian, melainkan bersama makhluk lain yaitu tumbuhan,
hewan dan jasad renik. Makhluk hidup itu bukanlah sekedar kawan hidup yang
hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia melainkan hidup manusia
itu terkait erat pada mereka. Tanpa mereka manusia tidaklah dapat hidup. Untuk
itu kita sebagai manusia memiliki kewajiban untuk menghormati, menghargai dan
menjaga nilai-nilai yang terkandung di dalam lingkungan.
Sebagian besar manusia saat ini
sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa
berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi
sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain,
kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh
manusia sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia
pada dasarnya sudah mulai kehilangan orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan harapan hidup yang
mungkin telah dicanangkan, dipersiapkan dan diusahakan selama proses
kehidupannya melalui penciptaan bentuk-bentuk peradaban yang digunakan untuk
memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam guna keberlangsungan hidup spesies
manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan potensi dan kekuatannya
sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam dan melupakan
satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan kelemahan dan
sekaligus menjadi kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan lingkungan setiap persoalan
selalu dibahas dalam kaitannya dengan pembangunan dalam meningkatkan kualitas
hidup (manusia) secara keseluruhan. Pendidikan etika lingkungan, terutama yang
menekankan pada paham ekosentrisme, sangat penting untuk dilakukan dan dan
diberikan pada generasi muda. Mengingat merekalah yang kelak akan meneruskan
mengelolah alam semesta ini.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan
Etika (Bertens, 1993) berasal dari
kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan
kata moral yang berasal dari kata latin mos,yang dalam bentuk
jamaknya mores yang juga berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral
artinya sama, namum dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral
atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
ada.Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah
ajaran wejangan, khotbah, peraturan lisan atau tulisan
tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral
adalah berbagai orang dalam kedudukan agama, dan tulisan para
bijak. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan
pandangan moral.
Etika lingkungan hidup merupakan
petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan teruwujudnya
moral dan upaya untuk mengendalikan alam agar tetap berada pada batas
kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara
semua kehidupan alam semesta,yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai
dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara
keseluruhan. Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang etika lingkungan
hidup adalah berbagai prinsip moral lingkungan.Etika
lingkungan tidak hanya dipahami dalam pengertian
yang sama dengan pengertian moralitas. Etika lingkungan
hidup lebih dipahami sebagai sebuah kritik atas etika yang
selama ini dianut oleh manusia,yang dibatasi pada komunitas sosial
manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut
diberlakukan juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis. Etika
lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan
prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia
untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis dan
komunitas ekologis. Etika lingkungan hidup juga
dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus
dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan
moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup. Termasuk
juga apa yang harus diputuskan manusia manusia dalam membuat
pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
yang berdampak pada lingkungan hidup.
Etika lingkungan hidup
merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis
manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan
etika lingkungan kita manusia tidak saja mengimbangi hak dengan
kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup
juga membatasi perilaku, tingkah laku dan upaya
untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas
kelentingan lingkungan hidup. Jadi etika lingkungan hidup
juga berbicara mengenai relasi di antara semua
kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang
mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan mahkluk lain atau dengan
alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya berbagai kebijakan yang
mempunyai dampak langsung atau tidak langsung
terhadap alam.Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut,
diperlukan pemahaman tentang perubahan paradigma terhadap lingkungan hidup itu
sendiri.
2.2 Kualitas
Lingkungan
Kualitas lingkungan dapatlah
diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup yaitu dalam kualitas lingkunan
yang baik tlitas hidup sifatnya adalah terdapat potensi untuk
berkembangnyakualitas hidup yang tinggi. Namun kualitas hidup sifatnya adalah
subjektif dan relatif. Dan karena itu kualitas lingkungan sifatnya jua
subjektif dan relatif. Kualitas hidup itu sendiri dapat diukur dengan tiga
kriteria :
1.
Derajat dipenuhinya kenutuhan untuk hidup sebagai
makhluk hidup. Kebutuhan ini bersifat mutlak yang didorong oleh keinginn
manusia untuk menaga kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati
tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya dan terutama
kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui keturunannya. Kebutuhan ini terdiri
atas udara dan air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapat keturunan
serta perlindungan terhadap serangan penyakt dan sesama manusia. Kebutuhan
hidup ini bersifat paling mendasar dan dalam keadaan memaksa mengalahan
kebutuhan hidup yang lain.
2.
Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup manusiawi.
Kebutuhan hidup bersifat relatif. Walaupun ada kaitannya dengan kebutuhan hidup
jenis pertama diatas. Didalam kondisi ilkim Indonesia rumah dan pakaian,
misalnya bukanlah kebutuhan mutlak untuk kelangsungan hidup hayati, melainkan
kebutuhan untuk hidup manusiawi.
3.
Derajat kebebasan untuk memilih.
2.3 Paradigma
Lingkungan Hidup
Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para
ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya, dan didukung oleh
sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan
kehidupan. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia, filsafat dan ilmu
juga berkembang semakin kritis dalam melihat dan mengkaji hubungan manusia
dengan alam.
Bersamaan dengan itu, ada perubahan dalam melihat
hubungan manusia dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut
mulai dari antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.
Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat
dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip
moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia
mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara mahkluk hidup
lainnya. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam
tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam,
baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, alampun dilihat
hanya sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dna kepentingan
manusia. Murdy dalam keraf (2005) ingin menyatakan bahwa yang menjadi masalah
bukanlah kecenderungan antroposentris pada diri manusia yang memperalat alam
semesta untuk kepentingannya. Tetapi masalah dan sumber malapetaka krisis
lingkungan hidup adalah tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang dikejar
oleh manusia di luar batas toleransi ekosistem itu sendiri. Dengan demikian,
krisis lingkungan hidup bukan disebabkan oleh pendekatan antroposentris semata,
tetapi melainkan oleh pendekatan antroposentrisme yang berlebihan.
Biosentrisme, merupakan
suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup
mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat
pertimbangan dan kepedulian moral. Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah
komunitas moral, setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun
bukan manusia atau mahkluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral. Seluruh
kehidupan di alam semesta sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Oleh
karena itu, kehidupan mahkluk hidup apa pun pantas dipertimbangkan secara
serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan
untung dan rugi bagi kepentingan manusia.
Ekoseentrisme, merupakan
suatu paradigma justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis,
baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Secara ekologis, mahkluk hidup dan
benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu,
kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada mahkluk hidup.
Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua
realitas ekologis.
2.4 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan
tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia
dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung
maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam.
Serta secara lebih luas, dapat dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan.
Keraf (2005: 143-159) memberikan minimal ada sembilan
prinsip dalam etika lingkungan hidup yaitu :
a. Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature
Manusia hendaknya memelihara,
merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya.
b. Tangung jawab atau moral responsibility for nature
Prinsip tanggung jawab bersama ini
setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam
semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan
merupakan milik pribadinya.
C. Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity
Solidaritas kosmis mendorong manusia
untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam.
Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil
kebijakan yang pro alam, pro lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang
merusak alam.
d. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau
caring for nature
Prinsip kasih sayang dan kepedulian
artinya tanpa mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada
pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam.
e. Prinsip tidak merugikan atau no harm
Tidak perlu melakukan tindakan yang
merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia
tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia.
f. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Prinsip ini menekankan pada nilai,
kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material.
g. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan lebih ditekankan
pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam
keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar
berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama
berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota
masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.
h. Prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi sangat terkait
dengan hahikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Keanekaragaman dan
pluralitas adalah hakikat alam, hakikat kehidupan artinya, setiap
kecenderungan reduksionistis dan anti keanekaragaman serta antipluralitas
bertentangan dengan alam dan anti kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat
seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, pluralitas.
i. Prinsip integritas moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik
agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat serta memegang teguh
prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik.
Prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter atau
pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi dengan
lingkungan hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan disegala bidang.
2.5 Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Sniker (1938) merumuskan perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena itu
perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme termasuk
manusia, dan kemudian akan merespon. Maka teori Sniker terkenal dengan teori
”S-O-R”.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pertama perilaku tertutup, adalah respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan, kesadaran,
dan sikap yang terjadi belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Kedua
perilaku terbuka, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus ini sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice).
Manusia dianjurkan untuk dapat berperilaku menjadi
ilmuwan yang amaliah melalui amal yang ilmiah menjaga, melestarikan dan
melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah,
air,udara) dan biologis (tumbuhan – hewan), lingkungan buatan (sarana
prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Bentuk perilaku terhadap
lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam lingkungan hidup tersebut.
Dalam rangka usaha manusia untuk menjaga lingkungan
hidup, telah banyak bermunculan perilaku nyata yang berupa gerakan-gerakan.
Berbagai gerakan dapat bersifat individu, berkelompok, swasta maupun
pemerintah. Pada era 1970-an muncul bebrapa lembaga yang mempunyai kepedulian
terhadap lingkungan hidup, antara lain adalah LP3ES, Bina desa, Yayasan Lembaga
Konsumen, Himpunan untuk Kelestarian Alam Indonesia, Yayasan Pendidikan Kelestarian
Alam, Yayasan Indonesia Hijau, Ikatan arsitek Landssekap Indonesia, Media
Mutiara, Mapala, Perhimpunan Burung Indonesia, WALHI, PSL, SKEPHI, KRAPP. Pada
lewel pemerintah yang dimulai dari presiden, menteri, Bapedal, Bapedalda,
Kantor lingkungan Hidup, dsb.
2.6 Etika Keutamaan dan Etika Kewajiban
Dalam mencari dan memahami etika lingkungan
hidup perlu diperhatikan dua macam etika, yaitu etika keutamaan dan etika
kewajiban. Manakah dari keduanya yang lebih baik atau lebih “etis” dijadikan sebagai
pola etika lingkungan hidup?
a. Etika Keutamaan
Etika keutamaan tidak berhubungan
dengan benar atau salahnya tindakan manusia menurut prinsip-prinsip moral
tertentu, melainkan dengan baik dan buruknya perilaku atau watak manusia (B.
Williams, 1985:1). Etika ini bertujuan mengarahkan manusia kepada pengenalan
akan tujuan hidupnya sendiri. Maksudnya, tujuan hidup akan dicapai melalui
keutamaan berupa keluhuran watak dan kualitas budi pekerti yang dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari. Fokus perhatian utama etika keutamaan ini adalah
watak dan mutu pribadi setiap manusia, dan bukan pada apakah orang sudah
melaksanakan semua kewajiban yang ditentukan baginya. Penganjur etika ini
adalah Aristoteles. Menurutnya keutamaan arete-lah yang menjadi keunggulan atau
keberhasilan dalam menjalankan fungsi khas sesuatu.
Berdasarkan etika itu, maka dalam
konteks lingkungan hidup, manusia mempunyai keutamaan, bila ia mampu
memelihara, mengelola dan melestarikan lingkungan hidupnya dengan baik. Sarana
pencegahan pencemaran atau pengelolaan limbah dikatakan mempunyai arete, jika
dapat bekerja dengan semestinya dalam mencegah atau menanggulangi pencemaran
(rupanya di sini tidak hanya manusia yang butuh etika, melainkan juga sarana
atau alat?), bahkan juga norma hukum lingkungan dikatakan mempunyai keutamaan,
jika dapat berfungsi dengan baik dalam penegakkannya. Jadi baik atau buruknya
lingkungan hidup kita tergantung pada mutu manusia atau kualitas pribadi yang
unggul. Yang terutama paling ditekankan oleh Aristoteles itu adalah manusia
bukan sekedar alat atau bahkan ajaran moral. Bagaimana ini semua dapat dicapai,
menurut Aristoteles orang harus mewujudkan kemungkinan-kemungkinan manusia yang
positif, termasuk membuat sarana menjadi berfungsi secara baik.
Etika keutamaan tersebut juga
menuntut dimensi yang lain. Selain praksis keutamaan dengan mewujudkan yang
paling baik bagi lingkungan hidup, juga dibutuhkan rasionalitas manusia dan
dimensi spritual. Yang dimaksud adalah bahwa orang perlu menjamin fungsi
manusiawi pengelolaan lingkungan hidup menurut kehendak-Nya, sebab Dialah
Pencipta yang memelihara, bukan perusak (Pierre Leroy, 1966: 13-14).
b.Etika Kewajiban
Etika ini
disebut etika peraturan atau etika normatif (K. Bertens, 2000: 17), yaitu etika
yang mengacu kepada kewajiban moral yang mengikat manusia secara mutlak. Baik
buruknya perilaku atau benar dan salahnya tindakan secara moral diukur
(dinilai) dari sesuai tidaknya dengan prinsip moral yang wajib dipatuhi tanpa
syarat. Fokus perhatian etika ini diletakkan pada ajaran atau prinsip-prinsip
moral tindakan (J. Sudarminta, Basis, 1991:163). Maka, etika ini berhubungan
dengan pertanyaan: “apa yang harus atau wajib dilakukan, yang boleh dan tidak
boleh dilakukan”. Karena itu pengetahuan atau pengenalan akan ajaran-ajaran
moral penting untuk etika ini. Sifatnya lalu menjadi praktis, dapat diharapkan
bagi suatu perilaku atau untuk persoalan-persoalan konkret (etika terapan/
applied ethics). Sekedar contoh untuk bidang lingkungan hidup: “jangan
mencemari sungai, laut, dll”; buanglah sampah pada tempatnya; peliharalah
lingkungan hidup; tidak boleh membuang limbah melebihi ketentuan BML,” dan
seterusnya.
Menurut Imanuel Kant, tokoh utama
etika ini, tindakan seseorang adalah baik menurut ajaran moral, bukan karena
tindakan itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan demi memenuhi
kewajiban semata-mata tanpa maksud yang lain. Namun yang sulit adalah usaha
untuk mengetahui motivasi apa yang mendorong orang melakukan kewajibannya itu.
Boleh jadi, orang melakukannya supaya mendapat hadiah atau sekedar takut akan
hukuman, bukan karena ia punya keunggulan perilaku untuk itu, oleh Kohlberg
disebut prakonvensional (Bertens: 2000: 81).
2.7 Unsur Etika atau Moral Lingkungan
Beberapa
unsur etika atau moral lingkungan yang perlu dipertimbangkan (H. Rhiti:
1996:11-18) adalah sebagai berikut:
a. Pertama, etika lingkungan hidup sebaiknya etika keutamaan atau
kewajiban? Etika keutamaan itu perlu karena yang kita butuhkan adalah
manusia-manusia yang punya keunggulan perilaku. Sementara itu etika kewajiban,
dalam arti pelaksanaan kewajiban moral, tidak bisa diabaikan begitu saja.
Idealnya ialah, bahwa pelaksanaan keutamaan manusia Indonesia, bukan hanya demi
kewajiban semata-mata, apalagi sesuai kewajiban. Rumusan-rumusan moral itu di
satu pihak memang penting, namun di lain pihak yang lebih penting lagi ialah
bahwa orang mengikutinya karena keunggulan perilaku.
b. Kedua, bila etika lingkungan hidup adalah etika normatif plus etika
terapan, maka ada faktor lain yang mesti ikut dipertimbangkan, yaitu sikap awal
orang terhadap lingkungan hidup, informasi, termasuk kerja sama multidisipliner
dan norma-norma moral lingkungan hidup yang sudah diterima masyaraakat (ingat
akan berbagai) kearifan lingkungan hidup dalam masyarakat kita, yang dapat
dikatakan sebagai “moral lingkungan hidup” (Bertens, 2000:295-300). Dari sini
pula muncul pertanyaan apakah perlu disusun semacam kode etik pengelolaan
lingkungan hidup?
c. Ketiga, etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang
disebut sebagai eco-fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996).
Artinya, dengan dan atas nama etika seolah-olah lingkungan hidup adalah demi
lingkungan hidup itu sendiri. Dengan risiko apapun lingkungan hidup perlu
dilindungi. Dari segi etika yang bertujuan melindungi lingkungan dari semua
malapetaka bikinan manusia, hal itu tentu saja baik. Namun buruk secara etis,
bila akibatnya membuat manusia tidak dapat menggunakan lingkungan hidup itu
lagi karena serba dilarang. Etika lingkungan tidak hanya mengijinkan suatu
perbuatan yang secara moral baik, melainkan juga melarang setiap akibat
buruknya terhadap manusia.
d. Keempat, ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah
sikap dasar menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara,
belajar menghormati lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan tanggung
jawab berdasarkan hati nurani yang bersih, baik untuk generasi sekarang maupun
bagi generasi yang akan datang. Yang juga penting adalah soal oreintasi dalam
pembangunan, yakni tidak hanya bersifat homosentri, yang sering tidak
memperhitungkan ecological externalities, melainkan juga ekosentris.
Pembangunan tidak hanya mementingkan manusia, melainkan kesatuan antara manusia
dengan keseluruhan ekosistem atau kosmos.
Nilai-nilai etika lingkungan sangat
mudah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat, melalui penerapan konsep
lingkungan hidup melalui pendidikan formal yang terintegrasi dengan mata
pelajaran lain misalnya PPKn, Pendidikan Agama, Pendidikan Biologi, Pendidikan
Geografi serta mata pelajaran lainnya yang relevan. Kementerian Pendidikan
Nasional melalui Biro Perencanaan ke Luar Negeri merupakan institusi pemerintah
yang sangat apresiasi dalam menjaga kualitas lingkungan hidup, melalui
peningkatan sumber daya manusia. Hal ini dilakukan agar tercipta
intelektual-intelektual muda yang lebih bermartabat, bersaing dan berdaya guna
dalam menyongsong era globalisasi transformasi, menuju Indonesia yang lebih
baik, adil dan makmur.
2.8 Penerapan Etika Lingkungan Hidup
Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu
kebiasaan yangdilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik
dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan
sikap tersebut antara lain,dengan :
a.
Lingkungan Keluarga
lingkungan keluarga adalah salah
satu tempat yang sangat efektif menanamkannilai-nilai etika lingkungan.
Hal itu dapat dilakukan dengan :
1. Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram dan memberi pupuk.
1. Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram dan memberi pupuk.
2. Memelihara Hewan peliharaan dan hewan ternak
3. Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap anggota keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika membuang sapah sembarang tempat.
v Memberikan
tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan pekarangan rumah
secara rutin.
b.
Lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan
hidup dapat dilakukan di lingkungan sekolahdengan memberikan pelajaran mengenai
lingkungan hidup dan etika lingkungan,melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagi
wujud kegiatan yang konkret denganmengarahkan pada pembentukan sikap yang
berwawasan lingkungan seperti:
Pembahasan atau
diskusi mengenai isu lingkungan hidup
1.Pembahasan
atau diskusi mengenai isu lingkungan
hidup
2. Pengelolaan
sampah
3.Penanaman
pohon
4.penyuluhan
kepada
siswa
5. Kegiatan
piket, dan jumsih (jumat bersih)
c.
Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat ,
kebiasaan yang berdasarkan pada etika lingkungan dapat ditetapkan melalui :
1. Membuangan
sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2. Kesediaan
untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganic
3. Melakukan
kegiatan gotong royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat
tinggal
4. Menggunakan
kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masih dapat diperbaharui
2.9 Undang-Undang Tentang Etika Lingkungan Hidup
Undang-undang tentang lingkungan
hidup terdapat pada “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.”
Pada bab X dibahas tentang hak, kewajiban, dan larangan
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bagian pertama membahas
tentang hak,kemudian bagian kedua membahas tentang kewajiban yaitu:
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
1. Memberikan
informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat
waktu;
2. Menjaga
keberlanjutan fungsi lingkungan hidup
3. Menaati
ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
BAB III
APLIKASI
NILAI LINGKUNGAN RUMAH PANEN HUJAN
Rumah Panen hujan bukan hal baru. Pemanfaatan air hujan untuk kehidupan
manusia diyakini sama tuanya dengan kedatangan manusia pertama di bumi.
Sistem panen hujan yang dimaksud adalah sistem yang dibangun untuk
menampung semua air hujan yang jatuh pada lahan pekarangan dan rumah sehinga
dapat dimanfaatkan.
Dalam hal ini kami mendafatkan pembelajaran mengenai etika lingkungan dan
berkesempatan untuk datang melihat salah satu contoh rumah yang mengunakan
sistem panen hujan yang dimiliki oleh salah satu dosen pembimbing kami yang
bernama Prof. Sufli Effendi Rahim, PhD,
MSc.
Dalam kunjungan tersebut kami beitu banyak mendapat pembelajaran antara
lain kami mendapatkan pesan kebaikan, pemahaman, pengetahuan, etika terhadap
lingkungan dan cara mengukur baik itu ukuran panjang, lebar, tebal, uang
makanya linkungan itu ada nilai ukurnya.
Dari hasil pengamatan maka yang penulis peroleh adalah :
1.
Luas Perkarangan Rumah
Awalnya tanah ini semuanya rawa lahan ini mulai ditata. Prinsip
“tidak menimbun bila tidak menggali” mulai diterapkan. Rawa yang semula
ditanam padi itu pada bagian tertentu digali lalu tanahnya ditimbunkan di
bagian yang lainnya yaitu 25 % digali untuk menimbun 75%. Pada
pembangunan rumah tersebut masih menghargai nilai-nilai lingkungan dimana masih
memperhatikan nilai ekosistem, nilai fisik, nilai kimia dan nilai matematik
dalam pembangunannya, untuk menampung air dibawah maka digali kolam dimana
dapat juga dimanfaatkan oleh ekosistem yang lain seperti masih adanya kodok, ikan, biawak, udang dan
tumbuhan seperti pohon rambutan dan pokat yang disirami air kolam sehingga
menjadi subur dan menghasilkan buah yang lebat sehingga dapat dinikmati
keluarga dan tetangga.
Tampak depan rumah banyak ditanami tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dimana
hasil dari tumbuh-tumbuhan dan buah tersebut dapat menambah estetika keindahan
dan dapat dinikmati oleh keluarga.
Selanjutnya untuk air hujan semua tidak terlepas dari penampungan dimana terdapat
tangki air yang bermuatan 12 kubik yang menampung air tersebut dimana airnya
dipergunakan untuk kebutuhan wc dan kamar mandi. Pada talang air berikutnya
disalurkan di kolam belakang dan juga kolam ikan didepan rumah dimana banyak
terdapat biota didalamnya seperti ikan dan udang hal ini justru sangat
bermanfaat bagi keluarga karena hasil ikan dapat dinikmati dan menghemat biaya
belanja.
2.
Didalam Rumah
Diruang tengah terdapat taman dimana terdapat atap ruangan dibuka dilapisi
kawat kasa sehingga cahaya matahari,
bulan dapat masuk sehingga akan menghemat dari biaya listrik dan terjadi proses
sirkulasi udara beitu jg air hujan dapat masuk namun dibawah telah dibuat tapal
karet (serbuk karet/serbuk kayu) dimana dapat meresapkan/menampun air hujan
tersebut.
Apabila air PAM habis tidah menalir maka air hujan yang ditampung di kolam
bisa disaring dengan ijuk-pasir-arang-pasir-koral dengan menambahkan sedikit
bahan kimia dan ada biaya yang keluar, hasilnya dimanfaatkan untuk mandi, cuci,
siram tanaman dan cuci kendaraan serta halaman rumah.
3.
Diluar Rumah
Tampungan air berbentuk kolam berfungsi sebagai objek wisata yang alami.
Pohon di sekitar kolam yang rindang mengundang satwa dengan bunyi yang bermacammacam.
Ada kolam berarti memungkinkan dibangunnya air mancur dan/atau air terjun.
Kondisi seperti ini menjadikan penghuni rumah nyaman- serasa seperti
tinggal di dekat bukit/ngarai alami. Air berisik dan terkadang ikan
melompat-lompat seperti ingin bermain di sekitar jatuhnya air.
Terdapat kotak sampah dimana untuk menampung sampah domestik sehingga tidak
mencemari lingkungan. Sedangkan limbah cair yang dihasilkan dialirkan kedalam
kolam sehingga simanfaatkan oleh ekosistem yang ada dikolam.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
a.
Teori-teori etika Lingkunga Hidup meliputi
antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme
b.
Terdapat nilai ekologis, nilai fisik, nilai kimia dan
nilai matematik pada dasar etika lingkungan
c.
Dasar etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat
meliputi Dasar pendekatan ekologis, dasar pendekatan humanisme, dan dasar
pendekatan teologis
d.
Prinsip-prinsip etika moral merupakan bagaimana kita
menghargai lingkungan disekitar kita sedemikian rupa sehingga terjadi
keharmonisan antara lingkungan dan manusia
e.
Penerapan etika lingkungan hidup bisa meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
3.2 SARAN
Guna menjamin kelangsungan hidup
kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan
dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk
menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap
dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber
kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.oleh karena itu kita
harus menjaga alam ini dengan sebaik baiknya agar kelak anak cucu kita dapat
merasakan kekayaan dan kelestarian alam ini
Bila kita mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi tentang apa saja maka yang penting
adalah bagaimana ilmu yang diperoleh itu disyukuri dengan jalan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dari hal yang kecil, mulailah sekarang
dan anjurkanlah kepada orang lain. Dengan memberikan ilmu dan pengetahuan kita
maka amal kita akan bertambah dan tidak akan terputus
DAFTAR
PUSTAKA
Notoatmodjo,
2002: Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni,
PT. Rineka Cipta Jakarta
Satriabajabiru.blogspot.com
: etika-lingkungan-hidup, diakses
tanggal 28 April 2014
Suplirahim2013.blogspot.com
: Nilai dan etika lingkungan dalam teori
dan aplikasinya, Diakses tanggal 28 April 2014
Soemarwoto,
1997: Ekologi Linkungan Hidup dan
Pembangunan, Djambatan, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar